Jumat, 01 April 2011

Anak Adalah Hasil

Nama saya Muhamad Hilman Wisudawan. Saya turunan ningrat karena nama akhir saya yang menyebabkannya demikian. Maka, sewaktu dilahirkan saya sudah mendapatkan gelar S1 yaitu ‘SELAMAT’.
Tanggal 25 Oktober 1992, waktu itu Indonesia sudah merdeka, makanya di jalan sudah jarang sekali ditemukan tentara berkeliaran. Oia, maaf... Saya bukan dilahirkan di rumah yang biasanya ditarik paksa oleh dukun cabul, takut ada yang berpikiran salah kalau ternyata saya dilahirkan di Rumah Makan tepatnya di kota Pasundan.
Tapi ada juga lho yang bilang saya lahir di Karawang, karena saya anak yang taat pada pembuat akte dan cinta pada negeri. Ya udah, biar gampang nyeritainnya saya lahir di kota Bandung.
Katanya Bandung waktu itu sepi karena saya masih dalam perut, baru mau maksa buat keluar. Pada saat itulah ibu menjerit meminta keselamatan buat anaknya. Kasian juga sih sama ibu pada waktu itu, tapi untungnya ibu tidak sia-sia melahirkan saya karena saya tampan.

Hening……….

“Dok, bagaimana dengan bayi saya??? Apakah dia berbuntut?? Tolong bersihkan darahnya supaya keliatan seperti manusia….”
“Tenang saja, Bu. Anak Ibu mirip sama nenek moyangnya!”
“Lho… Maksud dokter, anak saya kecoa???”
Ibu saya bernama Kusmiati dan ayah saya bernama Yaya sukarya. ?????. Mereka bertemu ketika mereka bertemu. Ya iyalah... Di suatu tempat yang saya kurang tau dimana itu karena saya belum lahir. ketika itupun mereka menikah dan tidak dikaruniai anak kecuali setelah saya lahir, karena saya anak yang paling utama.
Siapa yang tau semut??? Ada yang tau?!!
Iya, semut semacam binatang yang ada di zaman Yunani kuno, dia punya belalai dan gading serta sepatu bot seperti yang dimiliki kakek saya.
Tidak! Bukan seperti itu, semut adalah makhluk sosial yang mempunyai negara sendiri, mereka hidup tenang di populasinya. Walaupun semut memiliki negara yang kecil, tapi mereka hidup tentram tanpa ada yang mengganggu, tidak seperti kita yang hidup di negara besar tapi rusak oleh hiruk-pikuk yang rumit.
“Semut, apa kamu punya presiden??”
“Tidak, kami hanya punya pemimpin!”
“Lho, memang apa bedanya presiden sama pemimpin??”
“Beda, pemimpin itu punya hati, sedangkan presiden hanya memikirkan perut sendiri.”
Ya, itulah semut! Saya paling senang memperhatikan semut karena banyak pelajaran yang saya ambil darinya. Semut itu enak apalagi jika kita makan dan injak-injak... Dan dengan kesal pasti ia melototin saya sambil mencak-mencak minta tolong…
“Tolong saya, ini orang gila nginjek-nginjek saya... Ini pendzoliman!” Katanya.
Mungkin di dunia semut ada semacam algojo atau apa gitu saya kurang tau sampe akhirnya kaki saya bengkak-bengkak karena di serbu sama bapak dan temen-temenya semut yang tadi.
Kadang-kadang saya juga suka bolos waktu pelajaran gotong royongnnya Pak Semut.
Satu diantara banyak dari kekurangan saya yang saya sayangkan adalah saya cuma punya OTAK PAS-PASAN, dan satu kelebihan yang saya selalu banggakan pada orang yaitu penasaran yang over limit!!! Saya aneh…
Sebetulnya saya ingin menceritakan tentang banyak orang di episode ini, tapi saya capek, entar saya sakit lagi. Trus saya di infus abis gitu di suntik deh pantatnya, iyh… Ogah!!! yang jelas saya males nulisnya. Udah, itu aja ga usah ditanyain lagi.
To be continued…kalo ada waktu saya lanjutin!!!
Maaf kalo ada kesamaan cerita, nama, tokoh dan tempat atau latar seperti yang saya buat ini, karena saya yakin tidak ada lagi anak yang lahir lebih normal seperti saya. Besok atau lusa, saya cuma satu di dunia ini, kecuali kalo mau nungguin diperbanyak beberapa tahun lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar